12/13/2011

Wisata Lumpur Lapindo 2012

BERJALAN ke wilayah timur Kabupaten Sidoarjo bisa jadi akan menemukan suguhan wisata alam semburan Lumpur Lapindo. Memang, kawasan seluas 650 hektare itu kini menjadi kubangan raksasa yang menampung jutaan meter kubik lumpur basah dan kering.

Berbagai daya dan upaya untuk menanggulangi masalah ini mulai dari pemasangan tanggul, hingga pengaliran luapan lumpur ke Kali Porong untuk mengurangi beban luapan dari dalam kolam penampungan.

Bahkan imbas dari pembuangan lumpur ke Kali Porong ini, membuat Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) berinisiatif membuat dermaga Tlocor. Tujuan untuk mempermudah pemantauan saat menuju ke pulau buatan di muara Kali Porong.

Staf Humas BPLS Akhmad Kusairi, mengatakan, dermaga tersebut dibangun untuk bersandarnya perahu sebelum menuju ke pulau buatan di muara Kali Porong. “Lokasi dermaga ini berada di Desa Tlocor, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo,” tuturnya.

Menariknya setelah diresmikan beberapa bulan lalu oleh Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, dermaga tersebut langsung dipadati pengunjung. Terutama pada waktu libur Sabtu – Minggu untuk berrekreasi dengan keluarga.

Pengunjung yang datang di lokasi itu, dapat tinggal dan bercengkerama di sekitar lokasi bunderan dan dermaga, atau berperahu dan bersepeda air di kolam/tambak di belakang tanggul. “Kondisi airnya yang tenang, membuat pengunjung lebih senang berlama-lama di tempat itu sekadar untuk menghabiskan waktu luang bersama dengan keluarga,” ucapnya.

Selain berkutat di sekitar dermaga, pengunjung juga bisa berekreasi dengan menapaki pulau buatan di muara Kali Porong. Untuk sampai ke lokasi bisa menggunakan perahu milik warga sekitar.

“Perjalanan dari dermaga Tlocor menuju ke pulau buatan membutuhkan waktu sekitar 20 sampai dengan 30 menit, tergantung dari tinggi rendahnya debit air,” katanya.

Apabila ditempuh dari arah Surabaya ke arah Malang, setelah melewati Kecamatan Porong dan jembatan Kali Porong, kemudian dapat langsung belok kiri ke arah timur sekitar 18 kilometer telah sampai di ujung timur jalan inspeksi, di bunderan dan dermaga Tlocor.

Pulau Sarina

Berkunjung ke dermaga Tlocor tidak lengkap rasanya kalau tidak berkunjung ke Pulau Sarina. Sebuah pulau buatan yang berada di ujung timur Kabupaten Sidoarjo ini merupakan pulau buatan yang terjadi akibat pembuangan Luapan Lumpur Lapindo.

Biaya untuk menyewa perahu pun tidak mahal. Pengunjung cukup mengeluarkan uang Rp50 ribu untuk menyewa selama tiga jam. Kalau seharian penuh, biayanya Rp150 ribu sampai Rp200 ribu. Mereka yang ingin mancing biasanya menyewa selama satu hari penuh.

Selain untuk tujuan wisata, pulau Sarina juga untuk objek penelitian aktivis lingkungan dan sejumlah perguruan tinggi. Biasanya mereka mencoba menanam bakau (mangrove) di pulau itu.

Selama perjalanan dari dermaga yang ada di Tlocor menuju pulau baru (sarina), pengunjung dapat menikmati pemandangan di kanan-kiri sungai berupa hutan bakau yang didominasi oleh jenis Api-api (Avicenia sp), khususnya jenis Avicenia alba dan Avicenia marina, yang lebat menghijau serta dapat ditemui aktivitas hilir-mudiknya perahu nelayan.

Pulau Sarina yang terletak di pesisir timur Sidoarjo itu memiliki luas sekitar 80 hektare. Pulau itu terbentuk dari sedimentasi lumpur Sidoarjo yang dibuang ke muara kali Porong selama hampir lima tahun.

Tinggi sendimentasi mencapai 2,5 meter dari permukaan laut hingga kemudian membentuk pulau. Jarak pulau baru ini dengan dermaga Desa Tlocor, Kecamatan Jabon hanya sekitar 5 kilometer.

“Kalau wisatawan yang memancing, biasanya bisa seharian penuh di sana. Tapi kalau cuma lihat pemandangan laut, paling cuma tiga jam,” ucap Jafar, pemilik perahu di kawasan itu.

Selain memancing, pengunjung bisa melihat eloknya pemandangan matahari terbit saat pagi hari. “Kalau pagi bagus sekali, karena bisa lihat matahari yang akan terbit. Kalau siang memang panas karena tidak banyak pohon di sana,” tutur pria paruh baya ini.

Pulau Sarina memang hanya terdiri dari hamparan lumpur berwarna hitam. Pulau itu dikelilingi “sandbag” (kantong atau karung berisi pasir) berwarna putih untuk menahan lumpur agar tidak longsor ke laut.

Setiap harinya, sebuah kapal keruk terlihat lalu lalang menyedot lumpur di muara sungai dan membuangnya ke atas pulau. Itu dilakukan untuk mempertinggi pulau agar tidak tergerus air laut.

Nama Monyet

Konon, Sarina adalah nama seekor monyet yang dimiliki warga Tlocor. Sarina dan pasangannya lantas dilepas ke hutan bakau yang ada di pinggir Sungai Porong. Lambat laun pasangan monyet itu beranak pinak dan kini sudah puluhan ekor.

Nelayan Tlocor yang berangkat melaut kerap melihat monyet-monyet tersebut di balik rerimbunan pohon bakau. Nama Sarina pun menjadi populer di kalangan warga sekitar.

Tidak ada yang tahu siapa yang memulai dengan sabutan ini. Warga lantas menamai pulau baru itu dengan sebutan Pulau Sarina. Bahkan, di beberapa perahu yang bersandar di dermaga Tlocor terdapat tulisan ”Wisata Pulau Sarina”.

Dari dermaga, pengunjung bisa menyewa perahu menyusuri Sungai Porong selama setengah jam. Selama perjalanan itu, pengunjung bisa menikmati hamparan pohon bakau yang terlihat di sisi kanan dan kiri sungai itu. Selain itu mereka juga bisa melihat monyet yang berkeliaran di sekitar hamparan pohon bakau.

Perjalanan dari Dermaga Tlocor ke Pulau Sarina bisa ditempuh hanya dalam waktu setengah jam jika ombak tenang.”Kalau air pasang, memang agak lama karena biasanya ombaknya agak besar,” ujar Abiyanto salah satu pemilik perahu.

Dia menjelaskan, sejak berapa bulan ini pengunjung yang datang ke Pulau Sarina meningkat. Selain memancing, banyak wisatawan yang ingin ke sana sekadar untuk membuktikan keindahannya. Kondisi itu tentu saja menjadi berkah tersendiri bagi penduduk sekitar. Mereka bisa berjualan di dermaga atau sekadar menyewakan perahu.

“Kalau hari Minggu atau hari libur, dermaga ramai. Banyak sekali yang menyewa perahu untuk memancing atau sekadar melihat Pulau Sarina dari dekat,” paparnya.(Oleh Indra Setiawan/Ant)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.