12/14/2011

2012, Biro Pelaporan Konsumen Beroperasi

JAKARTA - Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (Perbanas) berharap Biro Pelaporan Konsumen dapat beroperasi mulai Januari 2012. Sedangkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait diharapkan terbit pada semester 11-2011.

"Kami harap pada Januari 2012 sudah bisa berjalan. Sebab, Bank Indonesia (BI) sudah menyanggupi PBI-nya keluar semester ini. Waktu enam bulan setelah PBI keluar terbilang cukup lama. Apalagi setelah semester I-2012," kata Pengurus Perbanas Bidang Teknologi Jos Luhukay usai sosialisasi dengan Badan Sertifikasi Manajemen Risiko (BSMR) di Jakarta, Rabu (9/3).

Jos menjelaskan, istilah biro kredit (credit bureau) diubah menjadi Biro Pelaporan Konsumen karena fungsinya tidak hanya untuk perbankan. Tetapi mencakup industri asuransi, multifinance, dan dana pensiun. Biro tersebut akan dimiliki oleh swasta dengan regulasi dari BI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Langkah Perbanas, tegas Jos, didukung penuh oleh BI dan asosiasi-asosiasi lembaga keuangan. Misalnya Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), dan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia. Selain itu, kalangan dana pensiun melalui Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) juga akan memanfaatkan biro tersebut Tahun lalu, Perbanas, BL Kemenkeu, dan asosiasi-asosiasi tersebut telah menandatangani nota kesepahaman.

"Bentuknya akan menjadi Self-Regulatory

Organization (SRO) karena dimiliki oleh anggotanya. Sama halnya dengan Bursa Efek Indonesia yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan sekuritas. Pemilik adalah penggunanya sendiri," jelas Jos.

Di tempat sama, Direktur Direktorat Perizinan dan Informasi Perbankan BI Joni Swastanto mengatakan, keberadaan Biro Pelaporan Konsumen mempermudah dan mempercepat proses pemberian kredit Sebab, perbankan mendapatkan informasi lebih banyak mengenai debitor. BI menyediakan Sistem Informasi Debitor (SID) kepada biro tersebut

Menurut Joni, SID hanya merupakan standar pengukuran kelancaran kredit Sedangkan fungsi biro tersebut lebih detail pada scoring atas rekam jejak (track record) nasabah. Credit scoring, kata dia, merupakan catatan penghasilan dan pengeluaran calon debitor dan debitor. Selama ini, BI tidak dapat melakukan credit scoring karena di luar fungsi Bank Sentral sebagai pengawas bank.

"Nanti bisa terjadi conflict of interest Itu yang membuat BI tidak bisa bergerak lebih jauh. Sebab itu, BI mendukung biro ini. Untuk mengeluarkan data apakah bank mau percaya atau tidak, itu kan terserah banknya," jelas Joni.

Jos mengakui, penerapan biro semacam itu di Indonesia cukup rumit. Meski demikian berdampak positif bagi industri perbankan nasional. Pasalnya, selama ini SID hanya menampung 51 juta nasabah. Padahal, orang Indonesia yang layak mendapatkan kredit mencapai 160 juta orang

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.